Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan



Pendidikan yang bermutu dan berkualitas merupakan harapan dan dambaan bagi setiap warga negara ini.Masyarakat, baik yang terorganisir dalam suatu lembaga pendidikan, maupun orang tua/wali murid, sangat berharap agar murid dan anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang bermutu agar kelak dapat bersaing dalam menjalani kehidupan. Untuk menjawab harapan masyarakat tersebut, setiap lembaga pendidikan hendaknya selalu berupaya agar pendidikan yang dikelolanya dapat menghasilkan produk yang berkualitas, yaitu produk yang dapat memuaskan para pelanggan. Praktek penyelenggaraan pendidikan dapat dikiyaskan dengan proses produksi dalam sebuah perusahaan (industri). Hanya saja, produk yang dihasilkan lembaga pendidikan dalam bentuk jasa.
Oleh karena itu lembaga pendidikan dapat dikatakan sebagai perusahaan jasa. (Mohammad Ali, 2007: 346). Dari prespektif ini, mutu dan kualitas layanan (jasa) yang dihasilkan merupakan ukuran mutu sebuah lembaga pendidikan.Yaitu sejauh mana kepuasaan pelanggan terhadap jasa yang dihasilkan. Menurut Mulyasa, sebagai industri jasa, mutu lembaga pendidikan dapat diukur dari pelayanan yang diberkan oleh pengelola pendidikan beserta seluruh karyawan kepada para pelanggan sesuai dengan standar mutu tertentu (Mulyasa, 2005: 226), bukan hanya dalam bentuk kualitas lulusannya. Pendidikan yang bermutu tidak dapat hanya dilihat dari kualitas lulusannya, tetapi juga mencakup bagaimana lembaga pendidikan mampu memenuhi dan melayani kebutuhan pelanggan sesaui dengan standar mutu yang berlaku.
Pelanggan di sini adalah pelanggan internal, yaitu guru dan tenaga kependidikan lainya, dan pelanggan eksternal yaitu peserta didik dan pihak-pihak terkait di luar lembaga pendidikan tersebut. Dengan demikian, sekolah dikatakan bermutu apabila mampu memberi layanan sesuai atau bahkan melebihi harapan guru, karyawan, peserta didik, dan pihak-pihak lain yang terkait seperti orang tua, penyandang dana, pemerintah atau dunia kerja pengguna lulusan. Untuk memberikan  jaminan terahadap mutu dan kualitas, lembaga pendidikan harus mengetahui dengan pasti apa yang dibutuhkan oleh pelanggannya. Lembaga pendidikan hendaknya selalu berupaya mensinergikan berbagai komponen untuk melaksanakan manajemen mutu pendidikan yang dikelolanya agar dapat menjalankan tugas dan fungsi kependidikan.
Hal ini merupakan salah satu bentuk pembaharuan pendidikan, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk meneyelenggarakan pendidikan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan lingkungan. Pemberian kewenangan yang cukup besar tersebut, pelaksanaan juga memberikan beban pertanggung jawaban pengelolaan sumber daya yang ada kepada sekolah yang bersangkutan.Keberhasilan manajemen mutu dalam dunia pendidikan (sekolah) dapat diukur tingkat kepuasaan pelanggan.Sekolah dapat dikatakan berhasil jika mampu memberikan layanan sesuai harapan pelanggan. Menurut Depdiknas (1999), sebagaimana dikutip Syafaruddin (2005: 289), menyebutkan 4 (empat) hal yang merupakan cakupan keberhasilan manajemen sekolah, yaitu :
1.      Siswa puas dengan layanan sekolah, yaitu dengan pelajaran yang diterima,
perlakuan guru, pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah atau siswa menikmati situasi sekolah dengan baik.
2.      Orang tua siswa merasa puas dengan layanan terhadap anaknya, layanan
yang diterimanya dengan laporan tentang perkembangan kemajuan belajar anaknya dan program yang dijalankan sekolah
3.      Pihak pemakai lulusan puas karena menerima lulusan dengan kualitas tinggi dan sesuai harapan,
4.      Guru dan karyawan puas dengan layanan sekolah, dalam bentuk pembagian
kerja, hubungan dan komunikasi antar guru/pimpinan, karyawan, gaji/honor yang diterima dan pelayanan.
B. Manajemen Peningkatan Mutu Terpadu Sekolah
      Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada ketersediaan data kuantitatif & kualitatif, dan pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah. Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan Manajemen Sekolah (2000: 191) yaitu
1.      siswa :  kesiapan dan motivasi belajarnya,
2.      guru : kemampuan profesional, moral kerjanya (kemampuan personal), dan kerjasamanya (kemampuan social).
3.      kurikulum : relevansi konten dan operasionalisasi proses pembelajarannya,
4.      dan, sarana dan prasarana : kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran,
5.      Masyarakat (orang tua, pengguna lulusan, dan perguruan tinggi) partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah.
Mutu komponen-komponen tersebut di atas menjadi fokus perhatian bagi kepala sekolah. Berkaitan dengan pengertian dan bebrapa komponenen yang terkait dengan mutu pendidikan diatas dapat dipahami bahwa manajemen peningkatan mutu memiliki prinsip :
1.      Peningkatan mutu harus dilaksanakan di sekolah
2.      Peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik
3.      Peningkatan mutu harus didasarkan pada data dan fakta baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif
4.      Peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah
5.      Peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang tua dan masyarakat.
Penyusunan program peningkatan mutu dapat dilakukan dengan mengaplikasikan empat teknik. Berdasarkan Panduan   Manajemen Sekolah (2000:200-202) dijelaskan sebagai berikut :
1.      School review
Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah, serta mutu lulusan.
School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :
a)      Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tua
siswa dan siswa sendiri ?
b)      Bagaimana prestasi siswa ?
c)      Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu ?
d)     Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ?
School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-kelemahan, kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk pengembangan program tahun mendatang.
2.       Benchmarking
Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok ataupun lembaga.
Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh benchmarking adalah :
a)      Seberapa baik kondisi kita?
b)      Harus menjadi seberapa baik?
c)      Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut?
Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah :
a)      Tentukan fokus
b)      Tentukan aspek/variabel atau indikator
c)      Tentukan standar
d)     Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.
e)      Bandingkan standar dengan kita
f)       Rencanakan target untuk mencapai standar
g)      Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target
3.      Quality assurance
Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring yang berkesinambungan, dan melembaga, menjadi subsistem sekolah.
Quality assurance akan menghasilkan informasi, yang :
a)      Merupakan umpan balik bagi sekolah
b)      Memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk melaksanakan quality assurance menurut maka  sekolah harus :
a)      Menekankan pada kualitas hasil belajar
b)      Hasil kerja siswa dimonitor secara terus menerus
c)      Informasi dan data dari sekolah dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki proses di sekolah.
d)     Semua pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua siswa harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah yang kritis dan berupaya untuk memperbaiki.                       
4.      Quality control
Suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality control memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi.
C. Tujuan Manajemen Mutu Sekolah
      Manajemen mutu sekolah bertujuan untuk meningkatkan keunggulan sekolah melalui pengambilan keputusan bersama. Fokus kajiannya adalah bagaimana memberikan pelayanan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa,  memenuhi kriteria yang sesuai dengan harapan orang tua siswa serta harapan sekolah dalam membangun keunggulan kompetitif dengan sekolah sejenis. Mutu sekolah ditentukan oleh seberapa besar daya sekolah untuk mewujudkan mutu lulusan sesuai dengan syarat yang ditentukan bersama. Sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Edward Sallis bahwa mutu adalah memenuhi kriteria yang dipersyaratkan.
      Kejelasan tujuan merupakan prasyarat efektifnya sekolah. Kriteria mutu  yang digambarkan dengan sejumlah kriteria pencapaian tujuan dengan indikator yang jelas menjadi bagian penting yang perlu sekolah rumuskan. Keuntungan dengan memperjelas indikator dan kriteria mutu pada pencaian tujuan akan memandu sekolah memformulasikan strategi, mengimplementasikan strategi dan mengukur pencapaian kinerja. Oleh karena, dalam pelaksanaan manajemen mutu sekolah memerlukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, jelas  indikatornya, jelas kriteria pencapaiannya agar keputusan lebih terarah.
      Lebih dari itu dengan proses pengambilan keputusan bersama harus sesuai dengan kepentingan siswa belajar.  Dilihat dari sisi standardisasi, maka penerapan manajemen peningkatan mutu berarti meningkatkan standar kinerja belajar siswa  melalu pengambilan keputusan bersama, meningkatkan partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, dan meningkatkan kontrol dan evaluasi agar lebih akuntabel.  Menyepakati profil hasil belajar yang diharapkan bersama merupakan dasar penting dalam melaksanakan manajemen mutu sekolah. Partisipasi seluruh pemangku kepentingan berarti meningkatkan daya dukung bersama untuk meningkatkan mutu lulusan melalui peningkatan mutu pelayanan belajar dengan standar yang sesuai dengan harapan orang tua siswa yang ditetapkan menjadi target sekolah.
      Adapun prinsip dari manajemen mutu dalam Panduan Manajemen Sekolah (2000) yaitu selama ini sekolah dianggap sebagai suatu Unit Produksi, dimana siswa sebagai bahan mentah dan lulusan sekolah sebagai hasil produksi. Dalam manajemen mutu sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,  yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah:
1.      Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi,
2.      Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
  D. Masalah Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
     Dijelaskan oleh  Hanafiah, bahwa masalah dalam penerapan menejemen mutu terpadu adalah
1.      Sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Yang dipimpin bergerak karena perintah atasan, bukan karena rasa tanggung jawab. Yang memimpin sebaliknya, tidak memberi kepercayaan, tidak memberi kebebasan berinisiatif, mendelegasikan wewenang.
2.      Tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program. Hampir semua program dimonitor dan dievaluasi dengan baik, Namun tindak lanjutnya tidak dilaksanakan. Akibatnya pelaksanaan pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu.
3.      Gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Pada umumnya pimpinan tidak menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap keberhasilan kerja stafnya. Hal ini menyebabkan staf bekerja tanpa motivasi.  
4.      Kurangnya rasa memiliki pada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana, dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka. Prinsip melakukan sesuatu secara benar dari awal belum membudaya. Pelaksanaan pada umumnya akan membantu sustu kegiatan, kalau sudah ada masalah yang timbul. Hal inipun merupakan kendala yang cukup besar dalam peningkatan dan pengendalian mutu. (M. Jusuf Hanafiah dkk, 1994:8).
E. Analisis Masalah Dan Pemecahan Masalah
     Sikap mental bawahan yang bekerja bukan atas tanggung jawab, tetapi hanya karena diperintah atasan akan membuat pekerjaan yang dilaksanakan  hasilnya tidak optimal. Guru hanya bekerja berdasarkan petunjuk dari atas, sehingga guru tidak bisa berinisitiaf sendiri. Sementara itu pimpinan sendiri punya sikap mental yang negatif dimana ia tidak bisa memberikan kesempatan bagi bawahan untuk berkarir dengan baik, bawahan harus mengikuti pada petunjuk atasan, bawahan yang selalu dicurigai, bawahan yang tidak bisa bekerja sesuai dengan caranya. Kenyatan ini karena profil kepala sekolah yang belum menampilkan gaya entrepeneur dan gaya memimpin situasional.  
      Program peningkatan mutu pendidikan tidak akan jalan jika setelah diadakannya monitoring dan evaluasi tanpa ditindaklanjuti. Fungsi pengawasan (controlling) dalam manajemen berguna untuk membuat agar jalannya pelaksanaan manajemen mutu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan bertujuan untuk menilai kelebihan dan kekurangan. Apa-apa yang salah dintinjau ulang dan segera diperbaiki. 
      Agar program  dapat dimonitor dan ditindaklanjuti maka perlu melibatkan semua pihak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan partisipatif ialah suatu cara pengambilan keputusan yang terbuka dan demokratis yang melibatkan  seluruh stakeholders di dewan sekolah. Gaya kepemimpinan yang tidak mendukung, akan mengakibatkan gagalnya pelaksanaan manajemen peningkatan mutu. Kepala sekolah harus senantiasa memahami sekolah sebagai suatu sistem organic. Untuk itu kepala sekolah harus lebih berperan sebagai pemimpin dibandingkan sebagai manager. Sebagai leader maka kepala sekolah harus :
1.      Lebih banyak mengarahkan daripada mendorong atau memaksa
2.      Lebih bersandar pada kerjasama dalam menjalankan tugas dibandingkan
bersandar pada kekuasaan atau SK.
3.      Senantiasa menanamkan kepercayaan pada diri guru dan staf administrasi.
bukannya menciptakan rasa takut.
4.      Senantiasa menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu daripada menunjukkan bahwa ia tahu sesuatu.
5.      Senantiasa mengembangkan suasana antusias bukannya mengembangkan suasana yang menjemukan
6.      Senantiasa memperbaiki kesalahan yang ada daripada menyalahkan kesalahan pada seseorang, bekerja dengan penuh ketangguhan bukannya ogah-ogahan karena serba kekurangan (Boediono,1998).
     Menurut Poernomosidi Hadjisarosa (1997 dalam slamet, PH, 2000), kepala sekolah merupakan salah satu sumberdaya sekolah yang disebut sumberdaya manusia jenis manajer (SDM-M) yang memiliki tugas dan fungsi mengkoordinasikan dan menyerasikan sumberdaya manusia jenis pelaksana (SDM-P) melalui sejumlah input manajemen agar SDM-P menggunakan jasanya untuk bercampur tangan dengan sumberdaya selebihnya (SD-slbh), sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik untuk menghasilkan output yang diharapkan.
     Secara umum, karakteristik kepala sekolah tangguh dapat dituliskan sebagai berikut (Slamet, PH,2000) :
Kepala sekolah:
1.      Memiliki wawasan jauh kedepan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi);
2.      Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tak terbatas);
3.      Memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, cekat, dan akurat);
4.      Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan dan yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolahnya;
5.      Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang dan tidak mencari orang-orang yang mirip dengannya, akan tetapi sama sekali tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar, dan nilai-nilai;
6.      Memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah, yaitu ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak.
Selain itu calon kepala sekolah maupun kepala sekolah harus memiliki beberapa keahlian dalam:
1.      Kepala sekolah menggunakan "pendekatan sistem" sebagai dasar cara berpikir, cara mengelola, dan cara menganalisis kehidupan sekolah.
2.      Kepala sekolah memiliki input manajemen yang lengkap dan jelas.
3.      Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya sebagai manajer, pendidik, pencipta iklim kerja, pengurus/administrator pembaharu, regulator, dan pembangkit motivasi
4.      Kepala sekolah memahami, menghayati, dan melaksanakan dimensi-dimensi tugas (apa), proses (bagaimana), lingkungan, dan keterampilan personal
5.      Kepala sekolah mampu menciptakan tantangan kinerja sekolah
6.      Kepala sekolah mengupayakan teamwork yang kompak/kohesif dan cerdas, serta membuat saling terkait dan terikat antar fungsi dan antar warganya, menumbuhkan solidaritas/kerjasama/kolaborasi dan bukan kompetisi sehingga terbentuk iklim kolektifitas yang dapat menjamin kepastian hasil/output sekolah.
7.      Kepala sekolah menciptakan situasi yang dapat menumbuhkan kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi-eksperimentasi untuk menghasilkan kemungkinan-kemungkinan baru, meskipun hasilnya tidak selalu benar (salah).
8.      Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan menciptakan sekolah belajar .
9.      Kepala sekolah memiliki kemampuan dan kesanggupan melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen.
10.  Kepala sekolah memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya, dan memandang kegiatan-kegiatan lain sebagai penunjang/pendukung proses belajar mengajar.
11.  Kepala sekolah mampu dan sanggup memberdayakan sekolahnya (Slamet PH, 2000), terutama sumberdaya manusianya melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumberdaya.
Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika :
a)      Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah.
b)      Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
c)      Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan
d)     Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).

No comments

Powered by Blogger.